Kelas Menari untuk Anak SD, Wujud Nyata TPBIS di Perpustakaan Kabupaten Demak

DEMAK Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Demak terus menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan layanan perpustakaan yang inklusif, terbuka, dan memberdayakan masyarakat. Salah satu bentuk nyatanya adalah melalui “Kelas Menari” yang diselenggarakan setiap hari Jumat di Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Demak.

Kegiatan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), sebuah program nasional yang bertujuan menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat yang memberikan akses informasi, keterampilan, dan ruang ekspresi budaya.

Kelas Menari diikuti oleh anak-anak Sekolah Dasar (SD) dari berbagai wilayah di Kabupaten Demak. Dengan bimbingan Tampan Rama, pelatih tari muda yang enerjik dan inspiratif, anak-anak diajak untuk mengenal seni tari tradisional dengan pendekatan yang menyenangkan, kreatif, dan penuh semangat.

“TPBIS mendorong perpustakaan menjadi lebih dari sekadar tempat membaca. Lewat kelas menari, kami membuka ruang bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan mencintai budaya lokal sejak dini”, ujar Agung Hidayanto, S.Sos., M.M., Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Demak.

Kegiatan ini tidak hanya melatih anak-anak dalam gerakan tari, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri, kedisiplinan, kerja sama, dan keterlibatan sosial. Hal ini selaras dengan semangat TPBIS yang menempatkan perpustakaan sebagai wadah pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Tampan Rama selaku pelatih menyampaikan bahwa anak-anak sangat antusias mengikuti sesi demi sesi. Mereka tidak hanya belajar gerak, tetapi juga memahami makna dan filosofi di balik tarian yang mereka pelajari.

“Menari membuat anak-anak berani tampil, mengenal identitas budayanya, dan merasa bangga sebagai bagian dari warisan seni tradisi”,  tuturnya.

Kelas Menari menjadi salah satu bentuk layanan inovatif di perpustakaan yang mampu menjangkau komunitas, khususnya anak-anak, melalui pendekatan budaya dan seni. Hal ini membuktikan bahwa perpustakaan dapat menjadi ruang yang hidup, dinamis, dan inklusif untuk semua kalangan. (parmono)